Kamis, 12 November 2009

Teori Motivasi

Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku, menurut Kartini Kartono motivasi menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

1. Pengertian Motivasi Kerja
Menurut arti katanya, motivasi atau motivation berarti motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan. Dalam kamus administrasi, Drs. The Liang Gie CS, memberikan perumusan akan motivating atau pendorong kegiatan sebagai berikut: “pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam memberikan insprasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan ornag-orang atau karyawan agar mereka besemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari ornag-orang tersebut.
Di bawah ini tercantum beberapa definisi atau pengertian motivasi kerja dari sejumlah penulis sebagai berikut:
• George R. Terry berpendapat “motivasi kerja adalah suatu keinginan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak sesuatu”.
• Dr. Sondan P. Siagian, MPA berpendapat bahwa: “Motivasi kerja merupakan keseluruhan proses pemberian motivasi berkerja para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis.
• Wahjosumadjo menyatakan, “motivasi kerja merupakan suatu prsoses psikologis yang mencerminkan interaski antara sikap kebutuhan persepsi dan kepuasan yang terjadi pada diri seseorang.
• G. Terry mengemukakan bahwa “Motivasi diartikan sebagai mengusahakan supaya seseorang dapat menyelesaikan mempekerjaan dengan semangat karena ia ingin melaksanakannya”.
• M. Manullang memberikan pengertian motivasi sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang-orang tersebut.

2. Teori Motivasi Kepuasan.
Teori yang didasarkan pada kebutuhan insan dan kepuasannya. Maka dapat dicari faktor-faktor pendorong dan penghambatnya. Pada teori kepuasan ini didukung juga oleh para pakar seperti Taylor yang mana teorinya dikenal sebagai Teori Motivasi Klasik. Teori secara garis besar berbicara bahwa motivasi kerja hanya dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara biologis maupun psikologis. Yaitu bagaimana mempertahankan hidupnya. Selain itu juga Teori Hirarki Kebutuhan (Need Hirarchi) dari Abraham Maslow yang menyatakan bahwa motivasi kerja ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara biologis maupun psikologis, baik yang berupa materi maupun non-materi. Secara garis besar tersebut teori jenjang kebutuhan dari Maslow dari yang rendah ke yang paling tinggi yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah merasa puas, karena kepuasannya bersifat sangat relatif maka disusunlah hirarki kebutuhan seperti hasrat menyususn dari yang teruraikan sebagai berikut:
1. Kebutuhan pokok manusia sehari-hari misalnya kebutuhan untuk makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lainnya (physical need). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah, apabila sudah terpenuhi maka diikuti oleh hirarki kebutuhan yang lainnya.
2. Kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari yang membayangkan kelangsungan hidup dan kehidupan dengan segala aspeknya (safety need).
3. Kebutuhan untuk disukai dan menyukai, disenangi dan menyenangi, dicintai dan mencintai, kebutuhan untuk bergaul, berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menjadi anggota kelompok pergaulan yang lebih besar (esteem needs).
4. Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan, keagungan, kekaguman, dan kemasyuran sebagai seorang yang mampu dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa (the need for self actualization). Kebutuhan tersebut sering terlihat dalam kehidupan kita sehari-hari melalui bentuk sikap dan prilaku bagaimana menjalankan aktivitas kehidupannya.
5. Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, pujian, penghargaan, dan pengakuan (esteem need).

3. Teori Motivasi Proses.
Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan organisasi perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan akan diperoleh si pekerja. Dalam hal ini teori motivasi proses yang dikenal seperti :
a. Teori Harapan (Expectancy Theory), komponennya adalah: Harapan, Nilai (Value), dan Pertautan (Instrumentality).
b. Teori Keadilan (Equity Theory), hal ini didasarkan tindakan keadilan diseluruh lapisan serta obyektif di dalam lingkungan perusahaannya.
c. Teori Pengukuhan (Reinfocement Theory), hal ini didasarkan pada hubungan sebab-akibat dari pelaku dengan pemberian kompensasi.

4. Teori Motivasi Prestasi (Achievement Motivation) dari McClelland
Teori ini menyatakan bahwa seorang pekerja memiliki enerji potensial yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi, dan peluang yang ada. Kebutuhan pekerja yang dapat memotivasi gairah kerja adalah :
1. Kebutuhan akan prestasi dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.
2. Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang berprilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berprilaku demikian.
3. Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan karib

5. Teori Abraham H. Maslow (Teori Humanistik)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat mengenai konsep motivasi manusia dan mempunyai lima hierarki kebutuhan, yaitu :
• Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah)
Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
• Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs)
Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.
• Kebutuhan sosial (Social Needs)
Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
• Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs)
Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang ditampilkannya.
• Kebutuhan Akutualisasi Diri (Self Actualization)
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga.
Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
a. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut:
1. Memiliki persepsi akurat tentang realitas.
2. Menikmati pengalaman baru.
3. Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
4. Memiliki standar moral yang jelas.
5. Memiliki selera humor.
6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.
7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
8. demokratis dalam menerima orang lain.
9. Membutuhkan privasi.
10. Bebas dari budaya dan lingkungan.
11. Kreatif.
12. Spontan.
13. Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
14. Mengakui sifat dasar manusia.
15. Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.

Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak selalu dengan menampilakan semua cirri tersebut. Dan tidak hanya orang yang sudah mengaktualisasikan diri yang menampilakan cirri-ciri tersebut. Namun, orang-orang yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya lebih sering menampilkan cirri-ciri tersebut dibandingkan kebanyakan dari kita. Sebagian besar dari lima belas cirri tersebut sudah jelas dengan sendirinya, tetapi kita mungkin bertanya-tanya tentangt pengalaman puncak (experience peak). Maslow mendefinisikan pengalaman puncak sebagai saat-saat tatkala dunia tampak utuh dan orang itu merasa selaras dengannya. Pengalaman puncak selalu melekat dalam diri kita dan mengubah persepsi kita mengenai dunia agar menjadi lebih baik lagi.
Bagi sebagian orang, pengalaman puncak diasosiasikan dengan agama, tetapi bisa juga tercetus melalui seni, musik, dan momen-momen yang memerlukan pengambilan resiko. Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi potensi dirinya sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa saja menjadi tolol, boros, sombong dan tidak sopan sekaligus, tetapi masih tetap bisa mengaktualisasikan dirinya. Orang yang mampu mencapai aktualisasi diri hanya kurang dari satu persen, sebab tidak banyak dari kita yang bisa memenuhi semua kebutuhan yang lebih rendah dalam hierarki.

Teori Drive – Reinforcement

1. Pengertian Teori Drive
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
1. Suatu keadaan yang mendorong
2. Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
3. Pencapaian tujuan yang memadai
4. Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.

2. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan ) atau negatif ( menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah diberikan ), tetapi organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya dengan sebab akibat.
Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:
1. Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2. Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
4. Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.
5. Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.

Teori Harapan (Expectancy)

Sejak dikembangkan oleh Vroom, teori harapan dikembangkan lebih lanjut oleh ahli lain, antara lain oleh Porter & Lawler. Dalam pembahasan teori harapan selanjutnya akan dikemukakan teori harapan yang dikembangkan oleh Lawler berdasarkan pengembangan lebih lanjut dari model dari Porter-Lawler (1968), sebagaimana disajikan oleh Siegel & Lane (1982).

Model teori harapan dari Lawler mengajukan empat asumsi:

  1. Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain, setiap hasil-keluaran alternatif mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang. Hasil keluaran alternatif, juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan. Jika disadari, maknanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan. Jika tidak disadari, motivasi kerjanya lebih bercorak reaktif.
  2. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk-kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P.
  3. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
  4. Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.

Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Indeks motivasi = jl {(E-P) x jml [(P-O)(V)]}

Menurut Lawler, faktor-faktor yang menentukan E-P (kemungkina besarnya upaya menyebabkan tercapainya unjuk-kerja yang diinginkan) ialah harga diri atau kepercayaan diri, pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi sekarang yang aktual, komunikasi (informasi dan persepsi) dari orang lain. Misalnya P, unjuk-kerja yang diinginkan adalah nilai A untuk mata ujian psikologi Industri. Kepercayaan diri Anda besar akan kemampuan menguasai mata pelajaran ini. Pengalaman yang lampau bahwa jumlah 20 jam diperlukan mempelajari bahan mata ujian yang diperkirakan sama ‘beratnya’. Lama ujian dua jam, sama dengan mata ujian lainnya. Persepsi orang lain terhadap Anda ialah bahwa Anda mampu menguasai bahan Psikologi Industri. Anda mempunyai pilihan untuk mencapai nilai A, B atau C. Jika ingin mencapai nilai A, maka Anda akan menyediakan waktu belajar selama 20 jam untuk mempelajari bahan Psikologi Industri.

Besar kecilnya harapan P-O (sebesar apa kemungkinannya untuk mendapatkan berbagai hasil-keluaran jika mencapai unjuk-kerja tertentu) juga ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: pengalaman yang lalu dalam situasi yang serupa, ketertarikan dari hasil-keluaran, kepercayaan dalam kendali internal dalam melawan eksternal, harapan-harapan E-P, situasi aktual dan komunikasi dari orang lain. Tercapainya unjuk-kerja yang diinginkan tidak menyebabkan adanya kebutuhan yang dipenuhi. Tetapi dengan tercapainya unjuk-kerja tersebut akan terkait kemungkinan diperolehnya hasil-keluaran yang memenuhi atau gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Misalnya dengan dicapainya nilai A untuk Psikologi Industri diharapkan akan diperoleh kepercayaan yang lebih besar dari orang lain (hasil keluaran yang positif), iri hati dari rekan-rekan seangkatan (hasil-keluaran yang negatif), peningkatan kemudahan dan kelancaran dalam studi, penambahan teman untuk belajar bersama, makin besar kemungkina untuk memperoleh promosi jabatan, dan sebagainya.

Komponen ketiga dari model Lawler ialah harkat atau valence (V) yang mencerminkan bagaimana perasaan Anda terhadap berbagai hasil-keluaran. Hasil-keluaran adalah positif, jika Anda lebih ingin mencapainya, negatif jika Anda tidak ingin mencapainya, dan netral, jika Anda tidak mempedulikan hasil-keluarannya. Harkat diungkapkan dalam angka dan berkisar antara +1 samapai -1. misalnya mendapat promosi jabatan mendapat harkat +0,9, sedangkan menimbulkan iri hati pada rekan seangkatan mungkin harkatnya -0,5.

TEORI MASLOW

Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga.
Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
a. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut:
1. Memiliki persepsi akurat tentang realitas.
2. Menikmati pengalaman baru.
3. Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
4. Memiliki standar moral yang jelas.
5. Memiliki selera humor.
6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.
7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
8. demokratis dalam menerima orang lain.
9. Membutuhkan privasi.
10. Bebas dari budaya dan lingkungan.
11. Kreatif.
12. Spontan.
13. Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
14. Mengakui sifat dasar manusia.
15. Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.

Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak selalu dengan menampilakan semua cirri tersebut. Dan tidak hanya orang yang sudah mengaktualisasikan diri yang menampilakan cirri-ciri tersebut. Namun, orang-orang yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya lebih sering menampilkan cirri-ciri tersebut dibandingkan kebanyakan dari kita. Sebagian besar dari lima belas cirri tersebut sudah jelas dengan sendirinya, tetapi kita mungkin bertanya-tanya tentangt pengalaman puncak (experience peak). Maslow mendefinisikan pengalaman puncak sebagai saat-saat tatkala dunia tampak utuh dan orang itu merasa selaras dengannya. Pengalaman puncak selalu melekat dalam diri kita dan mengubah persepsi kita mengenai dunia agar menjadi lebih baik lagi.
Bagi sebagian orang, pengalaman puncak diasosiasikan dengan agama, tetapi bisa juga tercetus melalui seni, musik, dan momen-momen yang memerlukan pengambilan resiko. Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi potensi dirinya sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa saja menjadi tolol, boros, sombong dan tidak sopan sekaligus, tetapi masih tetap bisa mengaktualisasikan dirinya. Orang yang mampu mencapai aktualisasi diri hanya kurang dari satu persen, sebab tidak banyak dari kita yang bisa memenuhi semua kebutuhan yang lebih rendah dalam hierarki.

Teori ini menggambarkan bagaimana biasanya orang memperlihatkan motivasi pada tingkat kebutuhan yang ingin di penuhi:

1. Upah dan Insentif Keuangan : Orang perlu memenuhi kebutuhan pokok mereka akan makanan, pakaian dan perumahan, dan mereka perlu menyekolahkan anak-anak mereka demi masa depan.

2. Jaminan kerja dan keselamatan di tempat kerja : Seseorang perlu mendapatkan rasa aman di tempat kerja dan juga kesejahteraan hidup mereka.

3. Tim dan kerja tim : Orang ingin menjadi bagian dari kelompok; merasa di miliki dan memberikan hal berarti yang bersifat positif terhadap lingkungannya.

4. Penilaian kinerja dan penghargaan: Orang selalu ingin diharhai atas apa yang telah dikerjakan, dan juga ingin di beri tanggung jawab terhadap tugas yang di berikan, serta di berikan reward jika melaksanakan dengan baik.

5. Pelatihan dan Pengembangan : Orang selalu ingin lebih berkembang dan menjadi lebih baik atas kemampuan yang di miliki, mempelajari keterampilan baru dan tumbuh dalam bidang yang di geluti.

Begitu rangkuman wacana perkuliahan tentang hirarki Kebutuhan Maslow.


Sumber :

LILIS AISYAH PRATIWI on November 2, 2009 – 11:17 am http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/teori-motivasi-teori-drive-reinforcement-teori-harapan/

WangMuba pada 18.Feb, 2009, dalam ARTIKEL, Materi Psikologi

Akhmad, 6 februari 2008, Teori motivasi http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/

http://aaipoel.wordpress.com/2007/06/07/komunikasi-organisasi-dan-motivasi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar